PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI STRATEGI INDUSTRIALISASI BERBASIS AGRBISNIS
Minggu, 24 Mei 2020
Edit
TUGAS
PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI
STRATEGI INDUSTRIALISASI BERBASIS AGRBISNIS
DISUSUN
OLEH
NAMA : WAYAN ARDI ADNYANA
STAMBUK : 218-301-015
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAKIDENDE
2020
Kata Pengantar
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
hanya atas berkat rahmat dan petunjuk-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat
membantu Mahasiswa dapat memahami tentang “Strategi Industrialisasi
Berbasis Agribisnis”.
Dalam penyelesaian Makalah ini, penulis banyak mengalami
kesulitan,
terutama disebabkan oleh
kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan
dari Dosen Pembimbing yang telah memberikan pengarahan guna penyusunan makalah
ini, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penyusunan makalah yang
lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Unaaha, Januari 2020
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bagi
negara berkembang seperti Indonesia, rencana pembangunan jangka panjang
komprehensif-integratif sangat diperlukan sebagai acuan pelaksanaan pembangunan
dan sebagai salah satu instrumen akuntabilitas dan kredibilitas pemerintah.
Pemerintahan Orde Baru telah menyusun Rancangan Pembangunan Jangka Panjang
Tahap I dan II masing-masing untuk periode 1969-1993 dan 1993-2018. Rencana
jangka panjang yang disusun rejim Orde Baru tersebut terbukti membawa Indonesia
kedalam krisis tahun 1997-1999 dan sudah tidak sesuai dalam era Reformasi
sehingga perlu dirancang ulang. Dalam dua tahun
terakhir sesungguhnya telah muncul wacana
publik yang menuntut agar pemerintah segera menyusun grand strategy (strategi besar)
pembangunan nasional. Sebagai bagian dari wacana tersebut, tulisan ini mereview
tentang konsepsi strategi pembangunan selama Orde Baru, pengalaman beberapa
negara lain pemikiran teoritis tentang strategi pembangunan ekonomi.
Berdasarkan hasil review tersebut, disarankan agar industrialisasi berbasis
pertanian (agricultural based industrialization) dijadikan sebagai strategi
besar (grand strategy)
pembangunan nasional. Strategi tersebut
haruslah dijadikan sebagai konsensus nasional, sehingga tidak sekedar retorika
politik seperti pada masa Orde Baru.
Saat
ini sedang terjadi silang pendapat mengenai arah strategi besar (grand
strategy)
Pembangunan nasional jangka panjang pasca
krisis ekonomi. Berbeda dengan negara maju, bagi negara sedang
berkembangseperti Indonesia rencana pembangunan yang komprehensif-integratif
memang sangat diperlukan sebagai acuan pelaksanaan pembangunan sehingga
upaya-upaya pembangunan dapat berdayaguna dan berhasil guna dalam mewujudkan
cita-cita bangsa kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat
Indonesia. Rencana pembangunan berguna pula sebagai salah satu instrumen
pendukung akuntabilitas dan kredibilitas pemerintah karena dapat berfungsi sebagai
tolok ukur unjuk kerja pemerintah. Dengan demikian, dokumen strategi
pembangunan nasional dapat dijadikan sebagai instrumen good goverment. Strategi
pokok pembangunan nasional yang disusun rejim Orde Baru perlu dikaji ulang. Hal
ini sangat jelas karena sesungguhnya krisis ekonomi yang kemudian berkembang
menjadi krisis multi-dimensi ekonomi-sosial-politik pada tahun 1997-1999 merupakan
bukti bahwa strategi maupun implementasi pembangunan rejim Orde Baru gagal
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Sesungguhnya, tuntutan agar strategi
pembangunan Orde Baru dikaji ulang telah lama dilontarkan oleh para pakar dan
politisi (Mubyarto,1988, Soetrisno, 1988).
Kini
merupakan waktu yang tepat untuk menyusun konsep bane strategi pokok
pembangunan nasional. Perubahan radikal strategi pokok pembangunan nasional
hanya mungkin terjadi apabila ada perubahan rejim pemerintahan. Perubahan
radikal dari orientasi politik ke orientasi pembangunan ekonomi yang dilakukan
rejim Orde Baru hanya mungkin terjadi setelah rejim Orde Lama tumbang pada
pertengahan tahun 1960-an. Pemerintahan Gus Dur - Megawati yang berlandaskan
pada semangat "Reformasi Total" mestinya memiliki kesempatan yang
baik untuk merumuskan konsep baru strategi pembangunan nasional jangka panjang.
Hasil kajian pengalaman historis Indonesia menunjukkan bahwa: rencana
pembangunan yang paling tidak berhasil adalah dimana peran serta para ahli
ekonomi adalah yang paling minimal (Sjahril 1986;1987).
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui tentang reformasi
strategi industrialisasi dalam rangka percepatan ekspor sektor agribisnis
2.
Mengetahui strategi
industrialisasi neraca pembayaran dan pemulihan ekonomi indonesia
3.
Mengetahui pembangunan sektor
agribisnis sebagai industrialisasi yang lebih bersahabat dengan lingkungan
hidup
4.
Mengetahui pilihan strategi
industrialisasi memasuki milenium ketiga yang berpihak pada penguatan ekonomi
rakyat
Mengetahui pemberdayaan
sektor agribisnis sebagai upaya penanggulangan krisis pangan dan devisa
BAB II
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Reformasi strategi industrialisasi dalam
rangka percepatan ekspor sektor agribisnis
Dalam penilaian kontribusi suatu
sektor ekonomi dalam perekonomian juga demikian. Kita tidak dapat menilai
pentingnya pertanian dalam perekonomian nasional dengan hanya menghitung
kontribusi produk pertanian primer dalam GDP dan ekspor seperti selama ini.
Karena sebagian besar produk pertanian primer diolah menjadi produk olahan pada
industri pengolahan hasil pertanian yang dalam penggolongan sektor ekonomi di
Indonesia masuk sebagai sektor industri. Kalau pentingnya pertanian hanya
dinilai dari kontribusi produk pertanian primer yang saat ini hanya 16 persen
dalam GDP, dan disimpulkan bahwa pertanian tidak penting lagi, akan sangat
keliru. Sebab sekali pertanian tidak lagi diberi perhatian, maka induStri-industri
hasil pertanian yang merupakan kelompok terbesar dalam sektor induStri nasional
akan ikut mengalami kemunduran.
Pertama.
subsektor agribisnis hulu (up-meam agribusiness) yakni kegiatan ekonomi
(indusrri, perdagangan) yang menghasilkan sarana produksi (input) bagi
pertanian primer; Kedua. subsektor pertanian primer (on-farm agribusiness)
yakni kegiatan usahatani yang menggunakan sarana produksi untuk menghasilkan
produk pertanian primer (sehingga disebut pertanian primer); Ketiga, subsektor
agribisnis hilir (down-stream agribwinm) yakni kegiatan ekonomi yang mengolah
hasil pertanian primer menjadi produk olahan (indusrri hasil
pertanian/agroindustri) beserta kegiatan perdagangannya; dan Keempat. subsektor
jasa layanan pendukung yakni kegiatan ekonomi yang memberikan layanan saja
pendukung yang dibutuhkan oleh ketiga subsektor tersebut.
Dengan
cakupan sektor agribisnis yang demikian. maka sektor agribisnis merupakan mega
sektor dalam perekonomian nasional, melibatkan seluruh wilayah nasional,
menyerap sekitar 70 persen angkatan kerja nasional, melibatkan 90 persen usaha
kecil-menengah dan keperasi, dan menghidupi (sumber pendapatan) hampir 80
persen penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar 202 juta jiwa.
Meskipun begitu besar peranan sektor agribisnis dalam perekonomian nasional,
pada kenyataannya sektor agribisnis selalu dinomorduakan, dimaki bahkan
dikorbankan secara sisrcmatis. Ketika krisis ekonomi terjadi seperti sekarang
ini, sektor agribisnis dibebani dampak krisis dan dimakj-maki karena tidak bisa
menyelesaikan masalah sembako dan pengangguran.
Pada
makalah ini akan diuraikan bahwa sektor agribisnis nasional merupakan korban
Strategi indusrrialisasi yang berlangsung di Indonesia selama ini. Kemudian
akan diuraikan bahwa meskipun dikorbankan oleh Strategi indusuialisasi. sektor
agribisnis masih mampu menyumbang net ekspor yang cukup besar. Bagian terakhir
akan diuraikan bahwa reformasi strategi industrialisasi merupakan syarat mutlak
bagi percepatan ekspor Agribisnis.
2.1.1 Sektor Agribisnis: Korban Strategi
Industrialisasi
Selama
ini, terdapat 3 (tiga) pemikiran strategi indusrrialisasi yang berkembang di
Indonesia. Pertama, Strategi industrialisasi yang mengembangkan
industri-indusrri berspektrum luas (Broad -based Indumy). Pada kenyataannya.
strategi ini lebih menekankan pengembangan indusrriindusui berbasis impor
(footbse industry) yang bersumber dari relokasi indusrri dan atau perluasan
pasar industri negara lain, contohnya adalah industri. elektronik, tekstil.
Otomotif dan lain-lain. Kedua, strategi industrialisasi yang mengutamakan
industri-industri berteknologi canggih berbasis impor ( Hi-tecb Industry)
seperti industri pesawat terbang, industri peralatan &: senjata militer.
induscri kapal dan lain-lain. Ketiga, strategi agribisnis yang mcnguramakan
pengembangan industri-industri hasil pertanian (agroindusrri) berbasis dalam
negeri dan merupakan kelanjutan dari pembangunan pertanian.
Meskipun
GBHN setiap Pelita selalu memberi titik berat pembangunan ekonomi nasional pada
pembangunan industri yang didukung oleh pertanian (yang tidak lain adalah
agribisnis), namun pada pelaksanaannya strategi yang diadopsi adalah kombinasi
strategi berspektrum luas dengan Strategi indusrri canggih. Kombinasi Strategi
ini memperoleh dukungan dari para konglomerat, sebagian birokrat dan sebagian
ekonomi. Untuk mendukung keberhasilan kombinasi strategi tersebut, tentu saja
kebijakan makroekonomi juga disesuaikan. Salah satu diantaranya yang terpenting
adalah kebijakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (kurs
rupiah) yang dibuat secara artihsial ternilai terlalu tinggi terhadap nilai
keseimbangan pasar (artificially overvalued exchange rate). Kebijakan ku rs
yang demikian, mensubsidi kurs untuk impor dan sekaligus menerapkan pajak kurs
pada ekspor, sehingga memberi insentif bagi industri=industri yang berbasis
impor. Dengan kata lain, kebijakan kurs yang demikian relavan bagi strategi
industrialisasi yang berorientasi pasar dalam negeri (inward looking).
Dengan
Strategi industrialisasi tersebut dan didukung oleh kebijakan kurs yang
overvalued, telah mendorong cepat perkembangan indusrri=indu5tri berbasis impor
dan kegiatan impor lainnya (termasuk impor produk agribisnis) dan menekan
pertumbuhan industri-indusui ekspor dalam negeri. Sektor ekonomi yang paling
menderita, adalah sektor agribisnis. Produkproduk ekspor agribisnis menjadi
sangat mahal (dalam mata uang asing). Sebaliknya impor produk-produk agribisnis
menjadi lebih murah (dalam mata uang rupiah). Dengan kata lain, industri-indusrri
berbasis impor seakan-akan menjadi lebih menguntungkan dibandingkan sektor
agribisnis domestik. Akibatnya sumberdaya domestik mengalir dari sektor
agribisnis ke luar sektor agribisnis. Konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian
makin meningkat dari tahun ke tahun karena kalah bersaing dengan industri.
Tingginya suku bunga domeStik akibat maintenance course perbankan yang tinggi.
Sektor
agribisnis domestik yang salama ini dinilai lambat perkembangannya,
produktivitas rendah dan lain sebagainya, adalah disebabkan karena kebijakan
makroekonomi yang merugikan sektor agribisnis. Kebijakan makro-ekonomi yang
merugikan ini, diperberat pula oleh kebijakan perdagangan dan tataniaga yang
disrorsif (praktik monopoli, kartel) pada beberapa komoditas sektor agribisnis.
Sementara
itu, sektor industri nonagribisnis (industri-indusrri berspektrum luas. dan
industri canggih) yang diperlakukan sebagai “anakmas" ternyata hanya
menyedot devisa negara (net-impor) baik pada sektor barang, jasa maupun modal.
Penyebab utama dari net-impor pada industriindusrri non-agribisnis adalah impor
bahan baku. impor jasa (freigh on import. interest payment dan profit transfer.
jasa konsultan asing. rent technology dll). Besarnya defisit neraca perdagangan
indusrri non agribisnis dan jasa dibandingkan dengan surplus perdagangan sektor
agribisnis dan migas menyebabkan terjadinya defisit transaksi berjalan (current
account) dari tahun ke tahun dan cenderung meningkat.
2.1.2 Reformasi dan Percepatan Pembangunan
Sektor Agribisnis
Untuk
mempercepat perkembangan sektor agribisnis, khususnya untuk peningkatan ekspor,
selain paket reformasi IMF (khususnya penghapusan disrorsi ekonomi), kita
memerlukan reformasi Strategi industrialisasi dan kebijakan makro ekonomi yang
dimasa lalu “memasung” sektor agribisnis.
Pertama,
Strategi indusn'ialisasi. Fakta menunjukkan bahwa selain industri migas, sektor
agribisnis merupakan penyumbang ekspor neto hampir 30 tahun lndonesia
membangun. Pada masa krisis ekonomi saat ini, sektor ekonomi yang masih mampu
bertahan adalah sektor agribisnis. Kenyataan ini harus menyadarkan kita semua
(termasuk pemerintah) bahwa kita harus meninggalkan strategi industrialisasi
berspektrum luas dan industri canggih dan kembali ke strategi indusuialisasi
berbasis agribisnis
Kedua,
reformasi kebijakan nilai tukar rupiah dari overvalued ke kurs rupiah yang
mendekati keseimbangan pasar bahkan kalau dimungkinkan sedikit unda'valucd
untuk mendorong ekspor. Kebijakan nilai tukar kita yang overvalued memang sudah
dikoreksi pasar melalui krisis ekonomi ini. Namun, pemerintah (Bank Indonesia)
tidak perlu memaksa rupiah menguat secara artihsial. Tidak ada rasionalitas
ekonomi untuk memaksa rupiah menguat, kecuali bermaksud untuk menghidupkan
kembali induStri-industri berbasis impor. Sebab dengan kurs rupiah saat ini
sangat menguntungkan bagi sektor agribisnis dalam negeri.
Ketiga,
tingkat suku bunga domeStik harus segera diturunkan. Dengan suku bunga yang
sangat tinggi saat ini, tidak ada usaha yang mampu hidup termasuk sektor agribisnis,
kecuali dengan modal sendiri (selffinancing). Bahkan dengan suku bunga yang
sangat tinggi saat ini, dana-dana yang ada pada sektor agribisnis tersedor ke
perbankan, sehingga sektor agribisnis makin kekurangan likuiditas. Kekurangan
likuiditas inilah yang menyebabkan sektor agribisnis tidak mampu sesegera
mungkin meningkatkan produksi. Dengan reformasi Strategi indusrrialisasi dan
kebijakan makro tersebut dan secara konsisren membangun sektor agribisnis. maka
investasi akan meningkat, adopsi teknologi akan berjalan cepat, sehingga akan
mendorong peningkatan nilai tambah, diversifikasi komoditas dan produk
agribisnis ekspor. diversifikasi komoditas dan produk bahan pangan sedemikian
rupa, sehingga akan meningkatkan ekspor dan meningkatkan ketahanan pangan (food
security).
Keseluruhan
hal di atas akan memperkokoh fundamen neraca pembayaran Indonesia. Suatu neraca
pembayaran yang ditopang oleh Strategi industrialisasi yang berakar di dalam
negeri (sektor agribisnis) akan cukup kokoh dan tidak mudah digoyahkan oleh
spekulator. Kalaupun ada goncangan eksternal, sebagai konsekuensi globalisasi,
perekonomian nasional tidak akan langsung “terjun bebas”. Kuatnya fundamen
ekonomi suatu bangsa bukan perekonomian yang tidak pernah mengalami goncangan,
tapi ketika goncangan datang mampu mengatasinya secepat mungkin.
2.2 Strategi industrialisasi neraca
pembayaran dan pemulihan ekonomi indonesia
Krisis
ekonomi yang kita hadapi saat ini bukan semata-mata musibah nasional, tapi
lebih merupakan dampak dari strategi industrialisasi yang ditempuh lndonesia
dimasa lalu. Benar, bahwa semua negara-negara di kawasan ASEAN mengalami krisis
yang sama, tapi yang paling parah adalah di Indonesia. Pilihan strategi
industrialisasi yang ditempuh, biasanya di didukung oleh kebijakan makro
ekonomi termasuk kebijakan perdagangan. Sehingga, akan mempengaruhi alokasi
sumberdaya di masyarakat, pembiayaan pembangunan, penggunaan hasil pembangunan
dan orientasi pembangunan (apakah melihat pasar dalam negeri/inward looking
ataukah melihat pasar luar negeri/outward looking). Oleh karena itu, Strategi
induStrialisasi yang ditempuh juga mempengaruhi neraca berjalan (current
account) maupun neraca pembayaran (balance of payment).
Kalau
demikian halnya, maka bila terdapat masalah kendalt seimbangan neraca berjalan
dan atau neraca pembayaran seperti yang kita hadapi saat ini, maka perlu
melihat kembali relevansi Strategi industrialisasi kita. Menurut saya, inilah
reformasi ekonomi yang paling mendasar yang diperlukan Indonesia agar keluar
dari krisis ekonomi. Sayangnya reformasi ekonomi yang ditawarkan IMF baru-baru
ini, tidak menyentuh reformasi Strategi industrialisasi.
2.2.1 Strategi Industrialisasi Sumber
Malapetaka
Dimasa
lalu, terdapat 3 (tiga) pemikiran strategi industrialisasi yang berkembang di
Indonesia. Pertama, Broadbased-Industry Strategy yakni strategi industrialisasi
berspektrum luas. Pada kenyataannya, strategi ini lebih menekankan perkembangan
industri-industri yang tidak berbasis dalam negeri (footlose industry) yang
bersumber dari relokasi industri dan atau pengembangan indusrri negara lain.
Contohnya adalah industri elektronika, tekstil, otomotif, dan lain-lain. Kedua,
Hi-terb Industry Strategy yang mengutamakan industri-indu'stri teknologi
canggih berbasis impor, seperti industri pesawat terbang, indusni senjata
militer, industri kapal, dan lainlain. Ketiga, strategi agribisnis yakni
Strategi pembangunan ekonomi berbasis pertanian dalam negeri yang mengembangkan
agroindustri.
Untuk
mendukung strategi indusrrialisasi tersebut, tentu saja kebijakan makro ekonomi
juga disesuaikan. Salah satu kebijakan makro yang paling mendasar adalah
kebijakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (kurs rupiah) yang
dibuat secara artifisial terlalu tinggi dari nilai keseimbangan pasar
(artificial overvalued exchange rate). Dengan strategi industrialisasi tersebut
dan didukung oleh kebijakan kurs rupiah yang overvalued. telah mendorong cepat
perkembangan industriindustri yang berbasis impor disatu sisi dan menekan
pertumbuhan industriindustri ekspor. Sehingga mempengaruhi kinerja transaksi
berjalan maupun neraca pembayaran
Pertama,
impor bahan baku makin meningkat dari tahun ke tahun dan produksinya ditujukan
terutama untuk pasar domesrik (dolar kali rupiah). Akibatnya neraca ekspor indusrri
nonagribisnis makin lama makin besar defisitnya. Kedua, dalam melakukan impor
bahan baku dan penolong juga menggunakan jasa angkutan dan asuransi luar
negeri. Selain itu juga di impor tenaga ahli (konsultan), royalti, dll.
Akibatnya ekspor neto jasa menjadi defisit besar. Ketiga, strategi
industrialisasi yang didukung oleh kebijakan kurs yang overvalued menekan pertumbuhan
agribisnis dalam negeri. Keempat, besarnya defisit perdagangan nonagribisnis
dan jasa dibandingkan dengan surplus perdagangan agribisnis dan migas.
mengakibatkan terjadinya defisit transaksi berjalan dari tahun ke tahun.
Kelima, dehsit transaksi berjalan tersebut di tutup-tutupi oleh aliran modal
asing dan utang luar negeri, sehingga neraca pembayaran lndonesia kelihatannya
surplus dari tahun ketahun.
2.2.2 Pemulihan Ekonomi Melalui Sektor
Agribisnis
Kenyataan
menunjukkan bahwa selain industri migas, sektor agribisnis adalah penyumbang
ekspor neto yang penting selama hampir 30 tahun lndonesia membangun. Pada masa
krisis ekonomi saat ini, sektor ekonomi yang masih mampu bertahan adalah sektor
agribisnis. Pengalaman ini seharusnya menyadarkan kita semua (termasuk
pemerintah), bahwa kita harus meninggalkan strategi industrialisasi berspektrum
luas dan canggih serta kembali ke strategi industrialisasi berbasns agribisnis.
Sektor agribisnis yang saya maksudkan mencakup 4 (empat) subsektor yaitu:
pertama. subsektor agribisnis hulu yakni indusui-indusui yang menghasilkan
sarana produksi (input) pertanian, seperti industri pembibitan/ pembenihan,
industri pupuk, industri pestisida, industri alat dan mesin pertanian dll;
kedua. subsektor usahatani yang kita sebut sebagai pertanian primer; ketiga,
subsektor agribisnis hilir yakni industri yang mengolah hasil pertanian primer
menjadi produk olahan seperti indu5tri ban dan produk karet, industri minyak
goreng dan Oleo kimia, indusrri pengolahan ikan, indusni kayu lapis dan rayon,
industri pengolahan hasil peternakan, dll. beserta hasil kegiatan
perdagangatmya; dan keempat, subsektor yang menyediakan jasa bagi agribisnis
seperti perbankan, transportasi, lembaga penelitian dan pengembangan, kebijakan
pemerintah, dll.
Dengan
cakupan yang demikian, maka sektor agribisnis merupakan mega sektor dalam
perekonomian nasional, melibatkan seluruh wilayah nasional. melibatkan dan
menghidupi sekitar 80 persen penduduk Indonesia, menyerap sebagian besar
angkatan kerja nasional dengan berbagai kualitas dan berbagai latar belakang
sosial budaya. Dengan menjadikan sektor agribisnis sebagai strategi industrialisasi
nasional akan mampu memulihkan ekonomi nasional dan membangun Fundamen neraca
pembayaran Indonesia yang kuat dalam jangka panjang. Dengan memberi prioritas
pada percepatan pembangunan sektor agribisnis, akan mampu memberikan solusi
bagi pemulihan ekonomi nasional. Meningkatnya produksi ptoduk-ptoduk agribisnis
akan meningkatkan ekspor tanpa harus mengimpor bahan baku. Meningkatnya ekspor
berarti meningkatkan penawaran valuta asing (dolar) sehingga akan memperkuat
(apresiasi) rupiah secara gradual. Selain produk agribisnis untuk ekspor.
produk agribisnis bahan pangan juga meningkat. sehingga ketersediaan bahan
pangan didalam negeri juga meningkat. Mengingat harga-harga bahan pangan masih
merupakan komponen terpenting dalam menentukan laju inflasi domeStik, maka
dengan peningkatan produksi pangan tersebut akan dapat menurunkan laju inflasi
yang sudah sangat tinggi saat ini. Kemudian karena teknologi produksi
agribisnis umumnya bersifat padat karya dengan kisaran kualitas tenaga kerja
yang sangat luas. maka peningkatan produksi agribisnis dalam negeri akan
diikuti dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat menurunkan pengangguran
yang sangat tinggi saat ini.
2.3 Pembangunan sektor agribisnis sebagai
industrialisasi yang lebih bersahabat dengan lingkungan hidup
Ekonomi
dan lingkungan hidup dari akar kata yang
sama yaitu “oikos”. Namun, pada kenyataannya kepentingan ekonomi di satu sisi
dan kepentingan pelestarian lingkungan hidup di sisi lain, tidak mudah untuk
disamakan. bahkan cenderung bersifat trade-offSehingga ekonom dan ahli
lingkungan cenderung berseberangan dalam pemikiran pemanfaatan sumberdaya alam
dan lingkungan. Kaum ahli lingkungan (konservatis) cenderung berpendapat bahwa
pembangunan ekonomi selalu mengorbankan kepentingan kelestarian lingkungan
hidup. Revolusi hijau (green revolution) yang terjadi dalam pembangunan
pertanian sering dituduh sebagai penyebab kerusakan lingkungan hidup.
Sebaliknya ekonom berpandangan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan hidup harus
dimanfaatkan dalam pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga
penduduk tidak merusak lingkungan.
Perkembangan
pemikiran tentang kaitan lingkungan hidup dengan pembangunan ekonomi, yang
muncul kemudian menamakan diri sebagai kaum “tengah-tengah" (the mid way).
Kaum “tengah-tengah" ini menolak sikap ekStrim konservatis dan ekonom, dan
mengajukan pemikiran bahwa pelestarian lingkungan hidup sama pentingnya dengan
pembangunan ekonomi. Melestarikan lingkungan hidup tanpa pembangunan ekonomi
akan menciptakan kemiskinan. Sebaliknya pembangunan ekonomi tanpa pelestarian
lingkungan hidup, tidak akan berjalan langgeng. Oleh karena itu, konsep
pembangunan ekonomi yang mereka ajukan adalah mengendogenuskan kepentingan
lingkungan dalam pembangunan ekonomi, yang dikenal dengan pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan (sustainability development). Konsep inilah melahirkan
ekonomi konservasi pada level mikro, dan ecolabelling pada level global.
2.3.1 Strategi Industrialisasi Masa Lalu
dan Dampak Lingkungan
Meskipun
pada GBHN setiap PELITA di masa lalu, menempatkan sektor agribisnis (sebagai
bentuk pembangunan industri yang didukung pertanian tangguh) sebagai strategi
pembangunan ekonomi nasional, pada kenyataannya Strategi yang dikembangkan
adalah kombinasi Strategi Strategi industrialisasi berspektrum luas dan
industri canggih. lndusrri-indusui yang memperoleh keberpihakkan kebijakan
(makro) maupun fasilitas (infrastruktur) pada kombinasi Strategi tersebut
antara lain adalah indusrri elektronika, oromorif, tekstil, kimia, pesawat terbang,
dll. Karakteristik dari pelaksanaan kombinasi strategi tersebut antara lain
adalah: (l) tidak berbasis pada sumberdaya dalam negeri, tapi berbasis impor
dan merupakan relokasi atau perluasan Strategi indUStri negara lain, (2) tidak
melibatkan partisipasi rakyat banyak dan hanya sekelompok kecil masyarakan
(pengusaha), (3) bersifat padat modal sehingga konsumsi energi besar, (4:
berpusat di perkataan dan dibangun secara mega proyek baik perusahaar (mega
company). infraStrulttur (jalan tol, kawasan indusrri) maupun fasilita
pendukung (perkantoran, pusat perbelanjaan, perumahan yang mercusuar).
Kebijakan
makro ekonomi khususnya nilai tukar rupiah over valued yang memang
diperuntukkan ( by design) mendukung Strategi tersebut di masa lalu telah
mengorbankan sektor pertanian. Dengan kebijakan nilai tukar rupial over valued,
berarti mensubsidi impor sekaligus memajak ekspor produk pertanian, sehingga
harga produk pertanian menjadi rendah di dalam neget (juga by design agar upah
buruh murah di perkataan). Hal ini menyebabka tingkat keuntungan sektor
pertanian menjadi rendah. pendapatan masyarakat perdesaan rendah, dan nilai
aset pertanian (lahan) menjadi renda (undervalued). Tingkat keuntungan yang
rendah pada sektor pertaniar perdesaan dan ditambah pula dengan kebijakan suku
bunga perbanka yang relatif tinggi, menyebabkan investasi sektor
pertanian-perdesaan tida layak, sehingga upaya untuk mempertahankan kelesrarian
ekosiStem tida ada, mendorong urbanisasi (capital drain. brain-drain) dan
konversi lahan pertanian menjadi lapangan golf. kawasan pemukiman. dan
lain-lain menjadi. sangat mudah.
Strategi,
kebijakan dan pengelolaan pembangunan dimasa lalu telah mengakibatkan berbagai
bentuk permasalahan kemerosman mutu lingkungan hidup di Indonesia. Pemusatan
penduduk dan kegiatan industri di perkotaan telah menyebabkan tekanan yang
berlebihan pada ekosiStem. sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem.
Meningkatnya permintaan ruang untuk menampung aktivitas penduduk dan industri
di perkataan, menyebabkan lahan hijau di petkOtaan berubah fungsi. Sementara
itu aktivitas penduduk dan industri yang begitu intensifper satuan ruang dan
waktu, telah menimbulkan polusi gas-gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan
udara. Pemanasan udara ini diatasi dengan AC yang justru menghasilkan gasgas
perusak ozon.
Eksploitasi
sumber mata air pegunungan yang berlebihan ini dan kerusakan hutan akibat
pemanfaatan yang salah. telah mengganggu tata air alamiah dati ekosiStem. Air
hujan yang jatuh di pegunungan tidak lagi mampu ditahan tapi langsung mengalir
ke hilir. Akibatnya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau,
erosi tanah, pelumpuran dan lain-lain. Sementara masyarakat perkotaan berjuang
menyelamatkan diri dari banjir. petani dataran rendah mengeluh padinya
tergenang, dan petani dataran tinggi juga mengeluh menyaksikan lahan pertanian
mereka makin tandus. Hujan tidak lagi berkat tapi sudah menjadi malapetaka.
2.3.2 Industri yang Bersahabat dengan
Lingkungan
Belajar
dari pengalaman masa lalu, bahwa Strategi. kebijakan dan pengelolaan
pembangunan yang kita tempuh dimasa lalu, bukan hanya tidak berhasil tapi juga
mendatangkan multikrisis yakni krisis moneter, ekonomi, pangan dan lingkungan
hidup. Oleh karena itu. kita harus meninggalkan strategi industrialisasi
tersebut dan beralih kepada Strategi indusuialisasi yang lebih bersahabat
terhadap kepentingan ekonomi rakyat banyak dan lingkungan hidup, yakni sektor
agribisnis.
Strategi
indusuialisasi melalui pengembangan sektor agribisnis yang dimaksud adalah
pembangunan secara harmonis dari subsiStem dari agribisnis yaitu: subsistem
agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yakni kegiatan yang menyediakan sarana
produksi pertanian; Subsistem usahatani/pertanian primer (on-farm agribusiness)
yakni kegiatan produksi pertanian primer; Subsistem agribisnis hilir
(dawn-stream agribusiness) yakni kegiatan yang mengolah produk pertanian primer
menjadi olahan beserta perdagangannya; dan Subsistem jasa penunjang (supporting
institution) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis (penelitian
dan pengembangan. perbankan, infrastruktur fisik dan normatif, kebijakan
pemerintah, dll).
Prinsip
dasar dari pembangunan sektor agribisnis adalah sebagai berikut: Pertama,
pembangunan sektor agribisnis berbasis sumberdaya dan ekosiStem. Artinya,
pembangunan sektor agribisnis didasarkan pada patensi ekosiStem setiap wilayah,
sehingga melibatkan seluruh wilayah dengan segala keberagamannya (keberagaman
hayati, keberagaman mikroklimat, keberagaman sosial budaya, keberagaman
sumberdaya manusia, keberagaman sumberdaya lahan. dll.). Kedua, pembangunan
sektor agribisnis adalah pembangunan subsistemsubsiStemnya secara harmonis.
SubsiStem agribisnis hilir tidak akan berhasil dan langgeng bila tidak didukung
oleh pengembangan subsistem usahatani dan subsiStem usahatani tidak akan
berhasil dan langggeng bila tidak didukung oleh pengembangan subsektor
agribisnis hulu. Artinya. untuk memenuhi kebutuhan produk hayati yang meningkat
dilakukan melalui peningkatan kapasitas ekosiStem beserta teknologi pemanfaatannya.
Tuntutan keberagaman konsumsi dipenuhi dengan keberagaman komoditas yang
dikembangkan dan keberagaman teknologi pengolahan produk. Ketiga, pengusahaan
agribisnis komoditas haruslah integrasi vertikal.
2.4 Pilihan strategi industrialisasi
memasuki milenium ketiga yang berpihak pada penguatan ekonomi rakyat
Memasuki
milenium ketiga (abad ke-2l), pembangunan nasional sedang memasuki era
indusuialisasi, menyusul negara-negara lain yang telah lebih dulu memasuki
industrialisasi. Bertepatan dengan era industrialisasi yang akan kita
laksanakan, globalisasi perekonomian telah dan akan mengalami penguatan.
terutama didorong bleh upaya liberalisasi perdagangan internasional dan
integrasi ekonomi kawasan. Dalam memasuki era yang demikian, bagi kita sebagai
bangsa Indonesia, masalah pilihan strategi industrialisasi, termasuk di
dalamnya tahapan industrialisasi dan industri unggulan setiap tahapan, adalah
sangat penting. Pertama, Strategi industrialisasi yang kita pilih harus
merupakan cara yang kita tempuh untuk membangun bangsa. Hal ini berani. yang
menjadi tolok ukur bagi ketepatan pilihan strategi industrialisasi adalah
manfaatnya bagi rakyat dan bukan dari segi kepentingan bisnis (pengusaha)
semata. Kedua, pilihan strategi indusuialisasi yang akan kita tempuh akan
menentukan posisi bangsa Indonesia dalam perekonomian dunia; apakah sebagai
aktor penting atau aktor pembantu (bagian dari strategi industrialisasi negara
lain). Hal ini penting karena dewasa ini cukup kuat godaan untuk masuk dalam
perangkap skenario indusrrialisasi negara lain yang belum tentu bermanfaat bagi
kita. Ketiga, Strategi industrialisasi yang menjadi pilihan dan kepumsan
pemerintah akan mengarahkan investasi dan anggaran pemerintah, alokasi
investasi swasta dan sumberdaya yang ada di masyarakat. Oleh karena itu,
pilihan tersebut hendaknya mampu sebagai sektor pemimpin (leading rector) bagi
perekonomian rakyat. Keempat, era industrialisasi harus merupakan kelanjutan
pembangunan sebelumnya. Hal ini penting, agar invesrasi yang telah kita lakukan
pada PJP-I (yang sebagian dibiayai oleh utang luar negeri) tidak menjadi
mubazir. Dalam hal ini, saya tidak percaya pada isu lompatan pembangunan.
Disamping akan membuat mubazir investasi sebelumnya, juga dapat menciptakan
kondisi “gamang" bagi masyarakat dan pemerintah.
Dengan
keempat pertimbangan pemikiran di atas, makalah ini selanjutnya akan
menguraikan dimana perekonomian kita saat ini, yang dilanjutkan dengan pilihan
dan tahapan indusuialisasi. Kemudian, bagian terakhir akan menguraikan bagaimana
memperkuat ekonomi rakyat dalam strategi industrialisasi yang menjadi pilihan.
2.4.1 Perubahan Struktur Perekonomian
Nasional
Pembangunan
Jangka Panjang Tahap Pertama (PJP-1) telah mengubah struktur perekonomian
nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer dalam PDB masih
sekitar 40 persen, maka pada tahun 1995 pangsanya hanya 16 persen. Sementara
itu, pangsa sektor indusui dalam PDB telah meningkat dari sekitar 10 persen
pada tahun 1969 menjadi sekitar 23 persen pada tahun 1995. Perubahan Struktur
perekonomian nasional yang demikian. telah memungkinkan meningkatnya pendapatan
penduduk lndonesia. Ratarata pertumbuhan ekonomi sekitar 7,2 persen per tahun
selama PjP-l telah meningkatkan pendapatan per kapita dari US$ 70 pada tahun 1969,
menjadi US$ 1.023 pada tahun 1996. Seiring dengan peningkatan pendapatan
tersebut, telah terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari sekitar 54
persen pada awal PJ P-l menjadi 15 persen pada akhir PJP-l.
Namun demikian, di balik prestasi pembangunan
tersebut perekonomian Indonesia ternyata masih menampilkan sisi yang kurang
menggembirakan dan kondisi yang perlu menjadi pertimbangan utama dalam memilih
Strategi indusrrialisasi.
Pertama,
perubahan struktur perekonomian (pangsa sektor) ternyata tidak di ikuti oleh
perubahan penyerapan tenaga kerja yang seimbang. Sektor pertanian primer yang
pangsanya dalam PDB telah turun menjadi 16 persen masih menyerap sekitar 50
persen angkatan kerja nasional. Hal ini berarti sekitar 50 persen (+- 50 juta
orang) angkatan kerja nasional hanya menerima l6 persen pendapatan (PDB)
nasional.
Kedua,
secara nasional maupun regional, kita masih berhadapan dengan kesenjangan
pembangunan dan pendapatan yaitu antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan
Timur Indonesia, serta antara wilayah perkataan ( urban area) dan wilayah
perdesaan ( rural area). Bahkan ada kecenderungan terjadi pelepasan kaitan
(decoupling antara perkembangan sektor perkOtaan dengan sektor perdesaan.
Ketimpangan tersebut bukan karena miskin sumberdaya, akan tetapi lebih
disebabkan oleh sumberdaya yang justru melimpah namun belum termanfaatkan dan
nilai tambah yang tercipta belum dinikmati oleh masyarakat perdesaan.
Ketiga,
bila ditelusuri lebih lanjur, ternyata meningkatnya pangsa sektor induStri
dalam PDB disebabkan oleh semakin besarnya kontribusi induStri non migas.
dimana induStri non migas tersebut didominasi oleh industri pengolahan hasil
pertanian (agroindusrri). Sebagian besar nilai tambah. nilai ekspor, penyerapan
tenaga kerja dari induStri nonmigas berasal dari agroindusrri. Selain itu,
angka pengganda nilai tambah agroinduStri masih meningkat, yang berarti belum
mencapai tingkat pertumbuhan kapasitas
yang menurun (levelling-off).
Ketiga
kondisi objektif perekonomian lndonesia tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar angkatan kerja dan penduduk masih menggantungkan hidupnya pada kegiatan
ekonomi yang berbasis pertanian. Kemudian. sebagian besar ekspor industri
non-migas (ekspor utama Indonesia) juga berasal dari agroindustri. Hal ini
berarti bahwa perekonomian nasional secara keseluruhan masih berada pada
kegiatan ekonomi yang berbasis pertanian.
2.4.2 Pilihan dan Tahapan Industrialisasi
Dengan
struktur perekonomian nasional, baik dari segi PDB maupun penyerapan tenaga
kerja, yang masih berada pada kegiatan ekonomi yang berbasis pertanian
mempunyai implikasi dalam pilihan indusuialisasi. Untuk meningkatkan kesempatan
kerja, meningkatkan pendapatan. dan memperbesar ekspor tanpa harus
bcrkonsekuensi pada peningkatan impor, maka pilihan Strategi industrialisasi
yang tepat adalah industrialisasi pertanian atau sering juga kita sebut dengan
istilah membangun pertanian dengan pendekatan sistem agribisnis. Artinya, kita
sekaligus membangun industri hulu pertanian (industri pembibitan, induscri alsin,
industri agrokimia, dan lain-lain), pertanian primer (usahatani), industri
hilir pertanian (agroindustri) beserta kegiatan perdagangannya, dan
mengembangkan industri jasa yang menunjang industrialisasi pertanian. Bukan
seperti pada PJP -1 yang lalu. dimana pembangunan pertanian yang kita
laksanakan hanya terfokus pada pembangunan pertanian primer. Untuk
mengefektifkan sekaligus mempercepat industrialisasi pertanian, kita perlu
menjadikan agroindustri sebagai sektor pemimpin (the leading rector). Mempercepat
pengembangan agroindustri akan secara Otomatis menarik pertumbuhan pertanian
primer sebagai penyedia bahan baku dan pertumbuhan pertanian primer ini akan
menarik pertumbuhan industri hulu pertanian.
lndustrialisasi
pertanian dengan agroindustri sebagai sektor pemimpin di Indonesia masih mampu
bertumbuh dan bahkan dapat menempatkan Indonesia sebagai aktor penting dalam
era perdagangan bebas. Dari sisi penawaran (supply side), kita memiliki
sumberdaya yang melimpah (baru termanfaatkan sekitar 40 persen), dan pendalaman
struktur agroindustri ke lebih hilir juga masih terbuka luas. Selain itu, kita
telah memiliki infrastruktur, Fasilitas, kelembagaan (yang kita bangun pada
PJP-l lalu) yang diperlukan untuk mendukung industrialisasi pertanian. Kemudian
dari sisi permintaan (demand ride), produk agroindusui memiliki pOtensi dan
prospek pasar yang cukup besar di masa yang akan datang. Keberhasilan
industrialisasi di negara lain dan liberalisasi perdagangan secara
internasional akan meningkatkan pendapatan masyarakat dunia. Meningkatnya
pendapatan tersebut akan meningkatkan permintaan produk yang bersifat memiliki
elastisitas permintaan terhadap perubahan pendapatan yang tinggi (income
elastic demand), seperti produk agroinduStti. Sementara itu, dengan intensifnya
indusuialisasi (bukan berbasis pertanian) pada hampir setiap negara, akan
mengalihkan sumberdaya mereka dari kegiatan ekonomi berbasis pertanian ke
industri yang bersangkutan, sehingga produksi indUStri-industri pertanian akan
menurun atau tidak kompetitif lagi. Hal ini akan membuka peluang bagi Indonesia
untuk memperbesar pangsa pasar pada pasar produk pertanian dan agroindustri
internasional.
Percepatan
indusuialisasi pertanian selama 25 tahun ke depan (PJPll) akan memperkuat
landasan bagi industrialisasi tahap ketiga (PjP-lll), yang mungkin tidak harus
lagi berbasis pertanian sebagai prioritas Utama. Percepatan pengembangan
agroindustri akan menarik pertumbuhan kegiatan pertanian yang tersebar luas di
seluruh penjuru tanah air sedemikian rupa, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan penduduk secara lebih merata. Peningkatan pendapatan yang disertai
dengan pemerataan pendapatan merupakan landasan penting bagi industrialisasi
tahap kedua. Selain itu, pengembangan agroindustri dapat menjadi landasan yang
kokoh bagi era. induStrialisasi berikutnya. Bila selama PJP-ll kita berhasil
mengembangkan agroindustri perkaretan, seperti indusui ban Otomotif dan
barang-barang karet kebutuhan OtomOtif lainnya; mengembangkan agroindusu'i
minyak sawit yang dapat menghasilkan minyak pelumas dan bahan bakar otomOtif;
maka tidak mu5tahil Indonesia dapat menguasai pasar ban OtomOtif dan minyak
pelumas internasional. Dan kalaupun kita memasuki era kedua industrialisasi,
yang mengunggulkan indusui Otomotif, kita tetap akan mampu berkompetisi karena
ban dan komponen karet lainnya telah kita kuasai.
Dengan
pemikiran di atas, hendaknya selama PJP-ll ini kita perlu memprioritaskan
agroindusui sebagai sektor pemimpin. Baru setelah itu, kita memprioritaskan
indu5tri-industri unggulan berikurnya, yang mungkin tidak lagi berbasis
pertanian. Hal ini bukan berarti pengembangan basis indusui yang tidak berbasis
pertanian tidak perlu dilakukan selama PJPll. Bahkan harus. Sementara kita
mempercepat indusuialisasi pertanian, kita juga harus mempersiapkan basis
induStri berikutnya melalui penelitian dan pengembangan untuk menemukan
teknologi yang lebih efisien dan kalau boleh melampaui apa yang telah dicapai
negara lain. Sehingga pada saat memasuki komersialisasi (PJP-lll). kita mampu
bersaing dan berakar di dalam negeri.
2.5 Pemberdayaan
sektor agribisnis sebagai upaya penanggulangan krisis pangan dan devisa
Pengertian pertanian yang digunakan
pemerintah (baik penggolongan sektor ekonomi maupun penggolongan departemen)
berbeda dengan pengertian pertanian yang digunakan akademisi ilmu-ilmu
pertanian. Menurutpengertian pemerintah, pertanian identikdengan usahatani
(pertanian primer), sehingga mandat yang diberikan kepada Departemen Pertanian
' hanyalah pada usahatani. Sedangkan kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana
produksi usahatani dan yang mengolah komoditas pertanian prima menjadi bentuk
olahan, menjadi mandat Departemen Perindustrian dan Perdagangan (tidak dianggap
pemerintah bagian dari pertanian). Pada bal usahatani tidak mungkin berkembang
tanpa pengembangan industri sarana produksi pertanian dan indusui pengolahan
hasil pertanian secara konsiSten, sehingga seharusnya ketiga hal tersebut
berada dalam satu keputusan manajemen pembangunan.
Pengertian pertanian yang
sesungguhnya (juga digunakan dalam makalah ini) adalah seluruh kegiatan yang
berbasis pada sumberdaya hayati baik primer, sekunder maupun tersier, yang
belakangan kita sebut sebagai sektor agribisnis (agribisnis berbasis: tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan). Dalam
konsep pembangunan ekonomi, sektor agribisnis mencakup 4 (empat) subsektor»
yaitu: pertama, subsektor agribisnis hulu yakni kegiatan industri dan
perdagangan yang menghasilkan sarana produksi pertanian primer (bibit, agrokimia,
agrootomOtif, dll); kedua. subsektor agribisnis usahatani yakni kegiatan
ekonomi yang menggunakan sarana produksi pertanian primer untuk menghasilkan
komoditas primer (sebagaimana definisi pertanian yang digunakan pemerintah
selama ini); ketiga,subsekt0t agribisnis hilir yakni kegiatan industri yang
mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan (indusui pengolahan
minyak sawit. induStri pengolahan ikan, industri pengolahan kehutanan. industri
pengolahan susu, dll) beserta perdagangannya; dan keempat, subsektor jasa
penunjang yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis (perbankan,
penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, transportasi. dll).
Dengan cakupan sektor agribisnis
tersebut di atas, maka pemberdayaan sektor agribisnis adalah memberdayakan
keempat subsektor tersebut secara simultan dan harmonis. Krisis pangan tidak
dapat dipecahkan hanya pada agribisnis hilir pangan saja, tapi harus menyeluruh
mulai dari agribisnis hulu. usahatani, dan hilir pangan termasuk penyediaan
jasa penunjang. Sebagai bagian dari perekonomian nasional. kinerja sektor
agribisnis lndonesia dipengaruhi oleh strategi dan kebijakan ekonomi yang
ditempuh pemerintah. Pada makalah ini akan diuraikan Strategi dan kebijakan
ekonomi makro dimasa lalu telah memperdaya sektor agribisnis. Kemudian
bagaimana upaya memberdayakan sektor agribisnis khususnya dalam upaya
menanggulangi krisis pangan dan devisa.
2.5.1 Pemberdayaan
Sektor Agribisnis
Sejak krisis ekonomi melanda ekonomi
nasional, hanya sektor agribisnis domestik yang mampu bertahan dan bahkan
mengalami booming. lnduStriindusrri lain termasuk industri yang diunggulkan
selama ini rezim Orde Baru, secara defacro sudah banyak yang bangkrut.
Kenyataan ini seharusnya menyadarkan kita semua (khususnya pemerintah) untuk
melakukan penyesuaian diri pada lingkungan baru, yakni memberdayakan sektor
ekonomi yang mampu survive khususnya pada masa krisis ini, mempunyai p0tensi
untuk pemulihan ekonomi nasional serta mampu membawa perekonomian kepada
kejayaannya dimasa depan, yakni sektor agribisnis domestik. Untuk memberdayakan
sektor agribisnis nasional, baik dalam rangka penanggulangan krisis maupun
dalam rangka, pembangunan ekonomi nasional. diperlukan langkah-langkah
reformasi sebagai berikut.
Pertama. Reformasi Strategi dan
kebijakan indusuialisasi dari kombinasi induStrialisasi berspektrum luas dan
indusrri canggih kepada indusrri (sektor) agribisnis domestik. Melalui krisis
ekonomi saat ini, strategi tersebut sebetulnya telah dikoreksi oleh mekanisme
pasar. Namun demikian, pemerintah perlu mengakui koreksi yang sedang
berlangsung. Penegasan pemerintah secara formal dan terbuka (bukan oleh menteri
pertanian, tapi langsung presiden) bahwa strategi industrialisasi yang kita
tempuh ke depan adalah pembangunan sektor agribisnis, sangat diperlukan untuk
memberi kepastian dan panduan bagi masyarakat untuk mengalokasikan sumberdaya
termasuk mengalihkan atau restrukturisasi pemsahaannya.
Kedua. kebijakan bahan pangan murah
yang dipaksakan seperti yang populer selama ini harus ditingkatkan. Masyarakat
konsumen perlu dibiasakan untuk menganekaragamkan pola konsumsi berdasarkan
nilai kelangkaan bahan pangan. Bila beras mahal, kurangi konsumsi beras dan
subsitusi sebagian dengan bahan pangan lain yang lebih murah. Sebaliknya bila
beras kembali relatif murah (bukan dimurah-murahkan), konsumsi beras akan naik
dan konsumsi bahan pangan lain akan berkurang. demikian seterusnya. Dengan
demikian kita memiliki ketahanan pangan (fwd security) yang kuat yang dibangun
di atas keanekaragaman produksi dan konsumsi berdasarkan mekanisme pasar.
Kebijakan beras murah seperti selama ini akan menciptakan “bom waktu” yang pada
gilirannya akan merugikan semua.
Ketiga, reformasi pengelolaan sektor
agribisnis yang integratif. Selama ini sektor agribisnis dikelola atau berada
pada banyak Departemen dan nondepartemen yang berbeda mandat dan visi.
Agribisnis usahatani berada di bawah Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan
dan Perkebunan. Departemen Transmigrasi dan PPH, Departemen Koperasi dan PPK
dan Kantor Menteri Pendayagunaan BUMN. Sementara agribisnis hulu dan hilir
berada di bawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Menteri Pangan &
Hortikultura, dan Bulog. Pengkaplingan sektor agribisnis yang demikian
cenderung menghambat sektor agribisnis. Bila seorang pengusaha membuka usaha
patungan dengan koperasi petani di bidang agribisnis kelapa sawit secara
lengkap di wilayah transmigrasi, harus berurusan dengan banyak departemen dan
nondepattemen, seperti Departemen Transmigrasi dan PPH, BKPMD/ PMA, Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, Departemen Perndusrrian dan Perdagangan. Departemen
Koperasi dan PPK. ini baru contoh soal teknis yang membutuhkan biaya yang
sedikit. Belum lagi perebutan anggaran antar departemen padahal mengurusi
agribisnis komoditas yang sama. Hal yang paling merugikan sektor agribisnis
adalah visi dan mandat yang berbeda pada setiap departemen dan nondepartemen
yang sering menyebabkan inkonsiStensi kebijakan yang merugikan sektor
agribisnis.
Keempat, pengembangan agribisnis
yang integrasi vertikal. melalui percepatan pembangunan koperasi agribisnis.
Sampai saat ini agribisnis komoditas kita masih tersekat-sekat dimana
agribisnis hulu. usahatani. dan hilir dikuasai oleh pelaku yang berbeda dan
bertindak scndiri-senditi. Agribisnis yang tersekat-sekat ini memunculkan
masalah transmisi (pas: through) seperti: transmisi harga asimetris, informasi
pasar ditransmisikan lambat dan tidak sempurna, inkonsiStensi produk (jumlah,
kualitas, kontinuitas); kemudian masalah margin ganda(double matginalization)
yang mengakibatkan inefisiensi (over capacity harga pokok penjualan relatif
tinggi). dan masalah distribusi manfaat (petani pada usahatani menikmati
pendapatan terkecil. pengusaha pada hulu dan hilir menikmati pendapatan
tinggi). Masalah transmisi. margin ganda, disuibusi manfaat antarpelaku telah
menyebabkan inefisiensi dan kelambatan penyesuaian diri agribisnis kita selama
ini. Oleh sebab itu, reformasi pengusahaan agribisnis yang tersekat-seltat
kepada integrasi vertikal perlu dilakukan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Reformasi strategi industrialisasi
dan kebijakan makroekonomi (niiai tukar dan suku bunga) merupakan syarat mutlak
bagi percepatan sektor agribisnis. Tanpa reformasi tersebut tidak akan ada
insentif untuk melakukan inovasi dan adopsi teknologi, investasi untuk
meningkatkan nilai tambah. Dengan krisis ekonomi saat ini, mekanisme pasar
telah dan sedang melakukan koreksi terhadap strategi industrialisasi dan
kebijakan kurs. Persoalannya adalah paling sedikit sampai saat ini pemerintah
tampaknya belum mengakui koreksi pasar tersebut. Hal ini ditunjukkan antara
lain: pertama, masih terfokusnya program pemulihan ekonomi pada upaya penguatan
rupiah. secara artifisial dan sangat jangka pendek, melalui kebijakan moneter
yang sangat kontraktif. Menurut pendapat saya, kurs rupiah tidak perlu dipaksa
menguat, biarkan mekanisme pasar menemukan keseimbangannya. Hal yang diperlukan
adalah stabilitas kurs yakni mendorong ekspor tanpa harus berkonsekuensi pada
impor bahan baku; kedua, tampaknya pemerintah masih ingin tetap mempertahankan
dan menyelamatkan indusrri-indusrri berbahan baku impor, meskipun pada
kenyataannya sudah bangkrut. Ketiga, belum ada program yang serius. untuk
mendorong agribisnis dalam negeri, yang nyata-nyata merupakan kelompok industri
yang mampu menyumbang ekspor neto selama ini dan pada masa resesi saat ini
masih mampu bertahan.
Untuk memulihkan perekonomian
nasional, kita memerlukan reformasi ekonomi yang paling mendasar yakni
reformasi strategi industrialisasi, dari stratcgi spektrum luas dan canggih
kepada agribisnis. Sayangnya, reformasi ekonomi yang ditawarkan IMF tidak
menyentuh reformasi Strategi industrialisasi tersebut; sehingga mau kemana arah
reformasi ekonomi tidak sistematis. Oleh karena itu, diperlukan reformasi
kelembagaan pengelolaan sumberdaya hutan dan perairan. Sebaiknya, hak
pengelolaan dan pemanfaatan atas sumberdaya hutan (kecuali hutan lindung) dan
perairan diserahkan saja kepada masyarakat lokal (bukan pemerintah setempat)
yang telah lama menjadi bagian dari ekosisrem hutan atau perairan. Dengan
demikian rakyat lokallah yang berhak memanfaatkannya (melalui pengembangan
agribisnis) dan melestan'kannya. Dalam pemanfaatannya boleh saja masyarakat
lokal bekerjasama dengan pengusaha, bukan seperti selama ini pengusaha bekerjasama
dengan masyarakat lokal.
3.2
Daftar putaka
Dasril ASN,
1993. Penumbuhan dan perubahan struktur produksi sektor pertanian dalam industrialisasi
di Indonesia, 1971-1990. Disertasi doktor tidak dipublikasikan, program pascasarjana institut
pertanian bogor.
Departemen
Pertanian Indonesia, 2001. Pembanguna sistem agribisnis sebagai penggerak ekonomi nasional. Edisi pertama, Biro
perencanaan Departemen Pertanian Jakarta.
Departemen
Pertanian Republik Indonesia, 2001. Program pembangunan pertanian 2001- 2004. Biro perencanaan pertanian Jakarta.